"ADHD
(ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER)"
Diajukan
untuk memenuhi salah satu tugas Psikologi Kesukaran Belajar
Dosen
Pengampu : Sukma Adi Galuh, M.psi

Disusun Oleh :
Ambarwati (611 5111 028)
Ninik Puji Astuti (611 5111 038)
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS
TEKNOLOGI YOGYAKARTA
2013/2014
KATA PENGANTAR
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga
tugas Psikologi Kesukaran Belajar ini dapat diselesaikan. Laporan ini berisi uraian
tentang kesukaran belajar pada anak yang mengalami gangguan ADHD ( Attention
Deficit Hiperaktivity Disorser ). Kami berharap tugas ini dapat bermanfaat bagi
semuanya dan tentunya bagi kelompok kami.
Namun, kelompok
kami menyadari jika laporan kami ini tidak luput dari salah dan
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami
mohon kritik dan saran yang membagun dari Ibu Dosen pembimbing, teman-teman dan
khususnya pembaca. Dan tidak
lupa kami ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian laporan ini.
Yogyakarta, Oktober 2013
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Sejumlah masalah dan
gangguan sering kali bermula pada masa kanak – kanak. Pada gangguan tertentu
anak – anak tampak baik – baik namun terdapat kondisi – kondisi yang menghambat
perkembangan mereka secara signifikan. Masa kanak – kanak dianggap sangat
penting karena otak berubah secara signifikan selama beberapa tahun setelah
kelahiran. Dimasa ini pulalah terjadi perkembangan kritis di bidang emosional,
social, kognitif, dan kompetensi lainnya. Anak – anak yang motivasinya untuk
berinteraksi dengan orang lain terdistrupsi akan mengalami lebih banyak masalah
dalam berkomunikasi. Memahami proses perkembangan anak merupakan hal yang
penting untuk dapat mengidentifikasi perilaku distrubtive anak dan memberikan
intervensi.
Attention deficit hyperactivity disorder (
ADHD ) merupakan gangguan perkembangan yang ditandai oleh kekurang
mampuan untuk memusatkan perhatian pada tingkat maladaptive, aktivitas yang
berlebihan dan impulsivitas.
Perbedaan anak biasa dan anak ADHD
adalah pada tingkatan dan intensitas terhadap gejala yang tampak. ADHD
merupakan suatu gangguan kronis ( menahun ) yang dapat dimulai pada masa bayi
dan dapat berlanjut sampai dewasa. Gangguan tersebut dapat berpengaruh negative
terhadap kehidupan anak di sekolah, rumah, dan di komunitasnya.
Perilaku anak ADHD sangat
membingungkan dan kontradiktif. Perilaku yang gegabah dan tidak terorganisasi
adalah sumber utama stress bagi anak, orangtua, guru, saudara, teman. biasanya
usaha keras, aturan yang lebih ketat tidak membantu karena sebagian besar anak
ADHD sudah berusaha keras. Tetapi mereka terhambat oleh control diri yang
lemah.
BAB
II
PEMBAHASAN
I.
Dasar
Teori
ADHD adalah kependekan dari Attentin
Deficit Hyperactivity Disorder,
atau dalam bahasa Indonesia
ADHD berarti gangguan pemusatan perhatian disertai hiperaktif. Istilah ini
merupakan istilah yang sering diperbincangkan dalam dunia pendidikan dan psikologi.
Istilah ini memberikan gambaran tentang suatu kondisi medis yang disahkan
secara internasinal mencakup disfungsi otak, dimana individu mengalami kesulitan
dalam mengendalikan impuls, menghambat perilaku, dan tidak mendukung rentang
perhatian mereka. Jika hal ini terjadi pada seorang anak dapat menyebabkan
berbagai kesulitan belajar, kesulitan berperilaku, kesulitan soisal, dan
kesulitan-kesulitan lain.
Jadi, jika didefinisikan secara
umum, ADHD yaitu kndisi anak-anak yang memperlihatkan simtom (cirri atau
gejala) kurang konsentrasi, hiperaktif, dan impulsive yang dapat menyebabkan
ketidakseimbangan sebagian besar aktivitas hidup mereka.
Kenyatannya, ADHD tidak selalu
disertai dengan gangguan hiperaktif. Oleh karena itu, makna istilah ADHD di Indonesia
lazimnya diterjemahkan menjadi Gangguan Pemusatan Perhatian dengan/tanpa
Hiperaktif (GPP/H).
Ciri-ciri
utama ADHD adalah:
Ø Rentang perhatian yang kurang
Ø Impulsivitas yang berlebihan, dan
Ø Adanya hiperaktivitas
Gejala-gejala
"rentang perhatian yang kurang" meliputi:
1) Gerakan yang kacau
2) Cepat lupa
3) Mudah bingung
4) Kesulitan dalam mencurahkan perhatian terhadap
tugas-tugas atau kegiatan bermain
Gejala-gejala
"impulsivitas" dan "perilaku hiperaktif" meliputi:
a. Emosi
gelisah
b. Mengalami
kesulitan bermain dengan tenang
c. Mengganggu
anak lain
d. Selalu
bergerak
Dalam
DSM IV – TR gangguan pemusatan perhatian dibedakan ke dalam tiga tipe :
1. Gangguan
pemusatan perhatian Tipe campuran
ADHD pada tipe ini dapat
didiagnosis oleh adanya paling sedikit 6
diantara 9 kriteria untuk ‘perhatian’, ditambah paling sedikit 6 diantara 9
kriteria untuk hiperaktivitas impulsifitas. Munculnya 6 gejala tersebut terjadi
berkali – kali sampai dengan tingkat yang signifikan disertai adanya beberapa
bukti sebagai berikut :
a. Gejala
tersebut tampak sebelum anak mencapai 7 tahun.
b. Gejala
– gejala diwujudkan pada paling sedikit dua seting yang berbeda.
c. Gejala
yang muncul menyebabkan hambatan yang signifikan dalam kemampuan akademik.
d. Gangguan
ini tidak dapat dijelaskan dengan lebih baik oleh kondisi psikologi atau
psikiatri lainnya.
2. Gangguan
pemusatan perhatian tipe Predominan inatesi
ADHD tipe ini dapat didiagnosis
oleh adanya paling sedikit 6 diantara 9 gejala untuk ‘ perhatian / inatesi ’
dan mengakui bahwa individu tertentu mengalami sikap kurang memerhatikan yang
mendalam tanpa hiperaktivitas/impulsifitas.
3. Gangguan
pemustan perhatian tipe hiperaktif impulsive
ADHD
tipe ini dapat didiagnosos oleh paling sedikit 6 diantara 9 gejala yang
terdaftar pada bagian hiperaktif impulsifitas.
Faktor
– faktor yang mempengaruhi ADHD :
ADHD tidak dapat teridentifikasi secara
fisik dengan X – ray atau laboratorium. ADHD hanya dapat dilihat dari perilaku
pada anak. Penyebab ADHD telah banyak diteliti. Namun belum ada penyebab pasti
yang tampak. Berikut ini yang dapat mempengaruhi ADHD :
1. Faktor
Genetika
Genetika
merupakan faktor terpenting dalam munculnya perilaku ADHD.
2. Kondisi saat hamil & persalinan. Misalnya keracunan pada akhir
kehamilan (ditandai dengan tingginya tekanan darah, pembengkakan kaki &
ekskresi protein melalui urin), cedera pada otak akibat komplikasi persalinan.
3. Cedera otak sesudah lahir, yang disebabkan oleh benturan kuat pada kepala
anak.
4. Tingkat keracunan timbal yang parah dapat mengakibatkan kerusakan otak. Hal
ini ditandai dengan kesulitan konsentrasi, belajar dan perilaku hiperaktif.
5. Lemah pendengaran, yang disebabkan infeksi telinga sehingga anak tidak
dapat mereproduksi bunyi yang didengarnya. Akibatnya, tingkah laku menjadi
tidak terkendali & perkembangan bahasanya yang lamban.
Kriteria ADHD menurut
DSM IV – TR
A. Salah
satu dari ( 1 ) atau ( 2 ):
1. Enam
( atau lebih ) gejala inatesi berikut, telah menetap paling kurang 6 bulan
hingga pada tingkat maladaptive dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan :
Inatesi
a. Sering
gagal untuk memberi perhatian pada detail atau membuat kekeliruan yang tidak
hati – hati dalam pekerjaan sekolah, pekerjaan, atau aktivitas lain.
b. Sering
mengalami kesulitan mempertahankan perhatian pada aktifitas tugas atau
permainan.
c. Sering
terlihat tidak mendengarkan ketika diajak berbicara langsung.
d. Sering
tidak mengikuti intruksi dan gagal menyelesaikan tugas ( tidak disebabkan oleh
perilaku menantang atau tidak mengerti intruksi ).
e. Sering
mengalami kesulitan mengatur tugas dan aktivitas.
f. Sering
menghindar, tidak menyukai, atau enggan terlibat dengan tugas yang membutuhkan
upaya mental yang terus menerus ( seperti pekerjaan sekolah atau pekerjaan
rumah ).
g. Sering
kehilangan barang – barang yang dibutuhkan untuk tugas atau aktivitas (misalnya
: mainan, tugas sekolah, pensil, buku ).
h. Sering
dengan mudah dialihkan perhatiannya oleh stimulus eksternal.
i.
Sering lupa pad
aktivitas sehari – hari.
2. Enam
( atau lebih ) gejala hiperaktivitas – impulsivitas berikut telah menetap
paling kurang 6 bulan hingga pada tingkat maladaptive dan tidak sesuai dengan
tingkat perkembangan :
Hiperaktivitas
a. Sering
gelisah dengan tangan atau kaki atau menggeliat di tempat duduk.
b. Sering
meninggalkan tempat duduk di ruang kelas atau pada situasi lain dimana
diharapkan untuk tetap duduk.
c. Sering
berlari – lari atau memanjat secara berlebihan pada situasi yang tidak tepat (
pada remaja atau orang dewasa, dapat terbatas pada perasaan gelisah subyektif ).
d. Sering
mengalami kesulitan bermain atau menikmati aktivitas diwaktu luang dengan
tenang.
e. Sering
sibuk atau bertindak seakan – akan dikendalikan oleh sebuah mesin.
f. Sering
bicara berlebihan.
Impulsivitas
g. Sering
menjawab tanpa berfikir sebelum pertanyaan selesai.
h. Sering
kesulitan menunggu giliran.
i.
Sering menyela atau
mengganggu orang lain ( misalnya : memotong percakapan atau permainan ).
B. Beberapa
gejala hiperaktivitas – impulsivitas atau inatensi menyebabkan gangguan yang
telah ada sebelum berumur 7 tahun.
C. Beberapa
gangguan akibat gejala ditemukan dalam dua atau lebih situasi ( misalnya : di
sekolah / pekerjaan dan di rumah )
D. Harus
terbukti dengan jelas adanya gangguan secara klinis yang bermakna pada fungsi
social, akademik, atau pekerjaan.
E. Gejala
tidak terjadi secara eksklusif selama perjalanan suatu Gangguan Perkembangan
Pervasif, Skizofrenia, atau gangguan psikotik lainnya dan tidak lebih baik
dijelaskan oleh suatu gangguan mental lainnya ( gangguan mood, gangguan
kecemasan, gangguan disosiatif, atau gangguan kepribadian ).
II.
KASUS
Nama subjek : D S
Umur : 5 tahun
Alamat : Karangkajen
Sekolah : SLB N 1 BANTUL
Subjek lahir dengan keadaan normal. Pada tahap perkembangannya
subjek berkembang dengan normal. Ketika usia sepuluh bulan subjek sudah mulai
bisa berbicara. Namun, ketika subjek berusia satu tahun, ia mengalami panas
disertai kejang. Sejak saat itu subjek mulai enggan untuk berbicara. Orang
tuanya membawanya ke salah satu rumah sakit di Yogyakarta dan dokter
mendiagnosis ia mempunyai gangguan dalam konsentrasi. Sejak saat itu dia lebih
banyak diam, tidak mau bersosialisasi, dan hanya mau berbicara dengan orang
terdekat. Dari faktor genetik tidak ada riwayat keluarga mengalami gangguan
tersebut.
Pada saat observasi dan wawancara,
subjek terlihat sulit untuk diam di tempat. Subjek dapat duduk tenang di tempat
maksimal 5 menit. Tangan subjek tidak pernah bisa diam. Ia selalu melompat –
lompat, berlarian. Ketika diberikan instruksi subjek mau mengerjakan ketika
mood nya bagus saja. Dalam mengerjakan tugas subjek tidak pernah mengerjakannya
sampai selesai. Namun ketika ibunya mengerjakan sesuatu subjek selalu menunggu
dan ibunya harus menyelesaikan pekerjaannya, jika ibunya tidak tuntas
menyelesaikan pekerjaannya ia akan marah. Ekspresi kemarahannya berupa
menangis, lompat - lompat dan berteriak – teriak. Ketika subjek mempunyai
keinginan jika tidak dituruti ia akan marah. Subjek juga tidak pernah mau untuk
menunggu giliran ketika antri. Ketika
ada suatu perubahan subjek akan menangis. Misalnya: sepatu yang letaknya
berubah.
Untuk
memahami suatu aturan, subjek membutuhkan waktu yang relatif lama dan harus
diulang secara rutin. Hal itu harus ada komunikasi antara guru dan juga orang
tua sehingga dapat diterapkan di sekolah dan di rumah agar efektif. Tetapi,
ketika memberikan sebuah aturan harus melihat kondisi subjek. Karena jika
subjek sudah bosan dan mengantuk maka ia akan rewel. Ketika diajak di tempat
umum, tangan subjek tidak bisa diam, selalu menyentuh hal – hal yang ada
didekatnya. Namun jika ia diberi nasihat orangtuanya untuk tidak memegang maka
ia juga tidak akan memegangnya lagi.
Sikap
orang tua dalam menangani subjek berupa memberikan punishment ketika subjek melakukan kesalahan. Punishment tersebut berupa cubitan, marah. Anak memahami
konsekuensi yang akan didapat ketika ia melakukan kesalahan. Sehingga ketika ia
melakukan kesalahan ia akan menyadari dan langsung menghindari orang tuanya.
Misalnya : ketika ia menjatuhkan adiknya, ia langsung lari.
Cara
pengajaran di sekolah untuk murid yang masih baru yaitu satu guru menangani
satu murid dan untuk siswa yang sudah cukup lama satu guru bisa mengajar dua
murid. Karena subjek baru masuk sekolah, IQ subjek belum di ketahui. Namun,
untuk memberikan suatu pemahaman membutuhkan waktu yang cukup lama. Sedikit
berbeda dengan teman – teman yang sama – sama mempunyai gangguan seperti itu.
Proses
pembelajaran awal anak diajarkan kepatuhan atau aturan, memfokuskan
perhatiannya seperti menggambar dan mewarnai. Ketika anak sudah mulai tidak focus
ia akan berlari – lari. Guru akan membujaknya dengan cara diajak jalan-jalan
terlebih dahulu, kemudian diajak duduk kembali.
Anak
diberikan pembelajarn untuk mandiri, harus mengikuti aturan, diberikan arahan
dan pengetahuan dasar. Anak harus mengikuti instruksi dari guru seperti
merapikan permainan, alat belajar. Jika anak tidak mau maka guru akan membimbingnya.
Hal itu untuk memberikan pelajaran agar anak tidak meninggalkan benda yang
dipakainya begitu saja.
Penanganan
yang diberikan sekolah selain pembelajaran adalah dengan terapi okupasi yang
berfungsi untuk membantu secara fisik, psikis, maupun social. Dalam terapi
okupasi menekankan perkembangan motorik halus, dengan memberikan berbagai macam
terapeutikperforma di sekolah atau dirumah seperti belajar membaca, menulis,
bantu diri (self care) seperti mandi,
makan dan minum, serta mengenakan pakaian,
bermain dan interaksi socsal.
Terapi
okupasi dapat memberikan aktivitas pada setiap sesi secara relevan sehingga
anak akan memiliki dorongan dalam diri untuk bergerak, bereksplorasi dan
belajar melalui pengalaman yang menyenangkan. Bermain adalah hal yang sangat
penting pada proses pencapaian tujuan terapi okupasi.
Di
sisi lain subjek memiliki hobi di bidang seni. Menurut penuturan ibunya ia akan
gembira ketika melihat wayang. Bahkan jika ada siaran dari televise local yang
mengangkat pewayangan, ia akan menonton sampai selesai. Jika belum selesai maka
ia belum mau tidur. Ia juga sangat menyukai film animasi spongebob, jika acara
tersebut sedang tayang maka ia akan menonton dan orang lain tidak boleh
mengganti channelnya. Ekspresi kegembiraan yang dia tunjukkan biasanya dengan
cara lompat-lompat, bertepuk tangan, sambil mengatakan hore.
BAB III
KESIMPULAN
Seperti yang dituturkan
bapak wali kelas, bahwa subjek sebenarnya mengalami hypoactive-hyperactive. Disebutkan seperti itu karena secara verbal
subjek mengalami hypoactive namun
secara perilaku mengalami hyperactive. Dalam
perilaku verbal, subjek sulit mengucapkan kata – kata. Dalam perilaku non
verbal, subjek kurang dapat mengendalikan diri, tidak bisa tenang, kurang dapat
memperhatikan, tidak pernah menyelesaikan tugas, menarik diri. Pembelajaran
disekolah terutama menekankan pada kemandirian anak agar nantinya anak mampu
membantu dirinya sendiri.
Daftar
Pustaka
·
Baihaqi dan Sugiarmin
(2008 ). Memahami dan Membantu anak
ADHD. Bandung : Aditama.
·
Durand dan Barlow (
2006 ). Psikologi Abnormal.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
·
DSM IV – TR
LAMPIRAN


Tidak ada komentar:
Posting Komentar