Jumat, 13 Desember 2013




"ADHD (ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER)"
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Psikologi Kesukaran Belajar
Dosen Pengampu : Sukma Adi Galuh, M.psi

Disusun Oleh :
Ambarwati                 (611 5111 028)
Ninik Puji Astuti       (611 5111 038)



FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS TEKNOLOGI YOGYAKARTA
2013/2014



KATA PENGANTAR

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga tugas Psikologi Kesukaran Belajar ini dapat diselesaikan. Laporan ini berisi uraian tentang kesukaran belajar pada anak yang mengalami gangguan ADHD ( Attention Deficit Hiperaktivity Disorser ). Kami berharap tugas ini dapat bermanfaat bagi semuanya dan tentunya bagi kelompok kami.
Namun, kelompok kami menyadari jika laporan kami ini tidak luput dari salah dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami mohon kritik dan saran yang membagun dari Ibu Dosen pembimbing, teman-teman dan khususnya pembaca. Dan tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini.


Yogyakarta, Oktober 2013


Penyusun






BAB I
PENDAHULUAN   
            Sejumlah masalah dan gangguan sering kali bermula pada masa kanak – kanak. Pada gangguan tertentu anak – anak tampak baik – baik namun terdapat kondisi – kondisi yang menghambat perkembangan mereka secara signifikan. Masa kanak – kanak dianggap sangat penting karena otak berubah secara signifikan selama beberapa tahun setelah kelahiran. Dimasa ini pulalah terjadi perkembangan kritis di bidang emosional, social, kognitif, dan kompetensi lainnya. Anak – anak yang motivasinya untuk berinteraksi dengan orang lain terdistrupsi akan mengalami lebih banyak masalah dalam berkomunikasi. Memahami proses perkembangan anak merupakan hal yang penting untuk dapat mengidentifikasi perilaku distrubtive anak dan memberikan intervensi.
            Attention deficit hyperactivity disorder ( ADHD ) merupakan gangguan perkembangan yang ditandai oleh kekurang mampuan untuk memusatkan perhatian pada tingkat maladaptive, aktivitas yang berlebihan dan impulsivitas.
            Perbedaan anak biasa dan anak ADHD adalah pada tingkatan dan intensitas terhadap gejala yang tampak. ADHD merupakan suatu gangguan kronis ( menahun ) yang dapat dimulai pada masa bayi dan dapat berlanjut sampai dewasa. Gangguan tersebut dapat berpengaruh negative terhadap kehidupan anak di sekolah, rumah, dan di komunitasnya.
            Perilaku anak ADHD sangat membingungkan dan kontradiktif. Perilaku yang gegabah dan tidak terorganisasi adalah sumber utama stress bagi anak, orangtua, guru, saudara, teman. biasanya usaha keras, aturan yang lebih ketat tidak membantu karena sebagian besar anak ADHD sudah berusaha keras. Tetapi mereka terhambat oleh control diri yang lemah.
           




BAB II
PEMBAHASAN
I.                   Dasar Teori
            ADHD adalah kependekan dari Attentin Deficit Hyperactivity Disorder, atau dalam bahasa Indonesia ADHD berarti gangguan pemusatan perhatian disertai hiperaktif. Istilah ini merupakan istilah yang sering diperbincangkan dalam dunia pendidikan dan psikologi. Istilah ini memberikan gambaran tentang suatu kondisi medis yang disahkan secara internasinal mencakup disfungsi otak, dimana individu mengalami kesulitan dalam mengendalikan impuls, menghambat perilaku, dan tidak mendukung rentang perhatian mereka. Jika hal ini terjadi pada seorang anak dapat menyebabkan berbagai kesulitan belajar, kesulitan berperilaku, kesulitan soisal, dan kesulitan-kesulitan lain.
            Jadi, jika didefinisikan secara umum, ADHD yaitu kndisi anak-anak yang memperlihatkan simtom (cirri atau gejala) kurang konsentrasi, hiperaktif, dan impulsive yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan sebagian besar aktivitas hidup mereka.
            Kenyatannya, ADHD tidak selalu disertai dengan gangguan hiperaktif. Oleh  karena itu, makna istilah ADHD di Indonesia lazimnya diterjemahkan menjadi Gangguan Pemusatan Perhatian dengan/tanpa Hiperaktif (GPP/H).
Ciri-ciri utama ADHD adalah:
Ø   Rentang perhatian yang kurang
Ø   Impulsivitas yang berlebihan, dan
Ø   Adanya hiperaktivitas
Gejala-gejala "rentang perhatian yang kurang" meliputi:
1)       Gerakan yang kacau
2)       Cepat lupa
3)       Mudah bingung
4)       Kesulitan dalam mencurahkan perhatian terhadap tugas-tugas atau kegiatan bermain
Gejala-gejala "impulsivitas" dan "perilaku hiperaktif" meliputi:
a.       Emosi gelisah
b.      Mengalami kesulitan bermain dengan tenang
c.       Mengganggu anak lain
d.      Selalu bergerak
Dalam DSM IV – TR gangguan pemusatan perhatian dibedakan ke dalam tiga tipe :
1.      Gangguan pemusatan perhatian Tipe campuran
ADHD pada tipe ini dapat didiagnosis  oleh adanya paling sedikit 6 diantara 9 kriteria untuk ‘perhatian’, ditambah paling sedikit 6 diantara 9 kriteria untuk hiperaktivitas impulsifitas. Munculnya 6 gejala tersebut terjadi berkali – kali sampai dengan tingkat yang signifikan disertai adanya beberapa bukti sebagai berikut :
a.       Gejala tersebut tampak sebelum anak mencapai 7 tahun.
b.      Gejala – gejala diwujudkan pada paling sedikit dua seting yang berbeda.
c.       Gejala yang muncul menyebabkan hambatan yang signifikan dalam kemampuan akademik.
d.      Gangguan ini tidak dapat dijelaskan dengan lebih baik oleh kondisi psikologi atau psikiatri lainnya.
2.      Gangguan pemusatan perhatian tipe Predominan inatesi
ADHD tipe ini dapat didiagnosis oleh adanya paling sedikit 6 diantara 9 gejala untuk ‘ perhatian / inatesi ’ dan mengakui bahwa individu tertentu mengalami sikap kurang memerhatikan yang mendalam tanpa hiperaktivitas/impulsifitas.
3.      Gangguan pemustan perhatian tipe  hiperaktif impulsive
ADHD tipe ini dapat didiagnosos oleh paling sedikit 6 diantara 9 gejala yang terdaftar pada bagian hiperaktif impulsifitas.

Faktor – faktor yang mempengaruhi ADHD :
            ADHD tidak dapat teridentifikasi secara fisik dengan X – ray atau laboratorium. ADHD hanya dapat dilihat dari perilaku pada anak. Penyebab ADHD telah banyak diteliti. Namun belum ada penyebab pasti yang tampak. Berikut ini yang dapat mempengaruhi ADHD :
1.      Faktor Genetika
Genetika merupakan faktor terpenting dalam munculnya perilaku ADHD.
2.      Kondisi saat hamil & persalinan. Misalnya keracunan pada akhir kehamilan (ditandai dengan tingginya tekanan darah, pembengkakan kaki & ekskresi protein melalui urin), cedera pada otak akibat komplikasi persalinan.
3.      Cedera otak sesudah lahir, yang disebabkan oleh benturan kuat pada kepala anak.
4.      Tingkat keracunan timbal yang parah dapat mengakibatkan kerusakan otak. Hal ini ditandai dengan kesulitan konsentrasi, belajar dan perilaku hiperaktif.
5.      Lemah pendengaran, yang disebabkan infeksi telinga sehingga anak tidak dapat mereproduksi bunyi yang didengarnya. Akibatnya, tingkah laku menjadi tidak terkendali & perkembangan bahasanya yang lamban.

Kriteria ADHD menurut DSM IV – TR
A.    Salah satu dari ( 1 ) atau ( 2 ):
1.      Enam ( atau lebih ) gejala inatesi berikut, telah menetap paling kurang 6 bulan hingga pada tingkat maladaptive dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan :
Inatesi
a.       Sering gagal untuk memberi perhatian pada detail atau membuat kekeliruan yang tidak hati – hati dalam pekerjaan sekolah, pekerjaan, atau aktivitas lain.
b.      Sering mengalami kesulitan mempertahankan perhatian pada aktifitas tugas atau permainan.
c.       Sering terlihat tidak mendengarkan ketika diajak berbicara langsung.
d.      Sering tidak mengikuti intruksi dan gagal menyelesaikan tugas ( tidak disebabkan oleh perilaku menantang atau tidak mengerti intruksi ).
e.       Sering mengalami kesulitan mengatur tugas dan aktivitas.
f.       Sering menghindar, tidak menyukai, atau enggan terlibat dengan tugas yang membutuhkan upaya mental yang terus menerus ( seperti pekerjaan sekolah atau pekerjaan rumah ).
g.      Sering kehilangan barang – barang yang dibutuhkan untuk tugas atau aktivitas (misalnya : mainan, tugas sekolah, pensil, buku ).
h.      Sering dengan mudah dialihkan perhatiannya oleh stimulus eksternal.
i.        Sering lupa pad aktivitas sehari – hari.
2.      Enam ( atau lebih ) gejala hiperaktivitas – impulsivitas berikut telah menetap paling kurang 6 bulan hingga pada tingkat maladaptive dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan :
Hiperaktivitas
a.       Sering gelisah dengan tangan atau kaki atau menggeliat di tempat duduk.
b.      Sering meninggalkan tempat duduk di ruang kelas atau pada situasi lain dimana diharapkan untuk tetap duduk.
c.       Sering berlari – lari atau memanjat secara berlebihan pada situasi yang tidak tepat ( pada remaja atau orang dewasa, dapat terbatas pada perasaan gelisah subyektif ).
d.      Sering mengalami kesulitan bermain atau menikmati aktivitas diwaktu luang dengan tenang.
e.       Sering sibuk atau bertindak seakan – akan dikendalikan oleh sebuah mesin.
f.       Sering bicara berlebihan.
Impulsivitas
g.      Sering menjawab tanpa berfikir sebelum pertanyaan selesai.
h.      Sering kesulitan menunggu giliran.
i.        Sering menyela atau mengganggu orang lain ( misalnya : memotong percakapan atau permainan ).
B.     Beberapa gejala hiperaktivitas – impulsivitas atau inatensi menyebabkan gangguan yang telah ada sebelum berumur 7 tahun.
C.     Beberapa gangguan akibat gejala ditemukan dalam dua atau lebih situasi ( misalnya : di sekolah / pekerjaan dan di rumah )
D.    Harus terbukti dengan jelas adanya gangguan secara klinis yang bermakna pada fungsi social, akademik, atau pekerjaan.
E.     Gejala tidak terjadi secara eksklusif selama perjalanan suatu Gangguan Perkembangan Pervasif, Skizofrenia, atau gangguan psikotik lainnya dan tidak lebih baik dijelaskan oleh suatu gangguan mental lainnya ( gangguan mood, gangguan kecemasan, gangguan disosiatif, atau gangguan kepribadian ).

II.                KASUS
Nama subjek         : D S
Umur                     : 5 tahun
Alamat                  : Karangkajen
Sekolah                 : SLB N 1 BANTUL

      Subjek lahir dengan keadaan normal. Pada tahap perkembangannya subjek berkembang dengan normal. Ketika usia sepuluh bulan subjek sudah mulai bisa berbicara. Namun, ketika subjek berusia satu tahun, ia mengalami panas disertai kejang. Sejak saat itu subjek mulai enggan untuk berbicara. Orang tuanya membawanya ke salah satu rumah sakit di Yogyakarta dan dokter mendiagnosis ia mempunyai gangguan dalam konsentrasi. Sejak saat itu dia lebih banyak diam, tidak mau bersosialisasi, dan hanya mau berbicara dengan orang terdekat. Dari faktor genetik tidak ada riwayat keluarga mengalami gangguan tersebut.
Pada saat observasi dan wawancara, subjek terlihat sulit untuk diam di tempat. Subjek dapat duduk tenang di tempat maksimal 5 menit. Tangan subjek tidak pernah bisa diam. Ia selalu melompat – lompat, berlarian. Ketika diberikan instruksi subjek mau mengerjakan ketika mood nya bagus saja. Dalam mengerjakan tugas subjek tidak pernah mengerjakannya sampai selesai. Namun ketika ibunya mengerjakan sesuatu subjek selalu menunggu dan ibunya harus menyelesaikan pekerjaannya, jika ibunya tidak tuntas menyelesaikan pekerjaannya ia akan marah. Ekspresi kemarahannya berupa menangis, lompat - lompat dan berteriak – teriak. Ketika subjek mempunyai keinginan jika tidak dituruti ia akan marah. Subjek juga tidak pernah mau untuk menunggu giliran ketika antri.  Ketika ada suatu perubahan subjek akan menangis. Misalnya: sepatu yang letaknya berubah.
Untuk memahami suatu aturan, subjek membutuhkan waktu yang relatif lama dan harus diulang secara rutin. Hal itu harus ada komunikasi antara guru dan juga orang tua sehingga dapat diterapkan di sekolah dan di rumah agar efektif. Tetapi, ketika memberikan sebuah aturan harus melihat kondisi subjek. Karena jika subjek sudah bosan dan mengantuk maka ia akan rewel. Ketika diajak di tempat umum, tangan subjek tidak bisa diam, selalu menyentuh hal – hal yang ada didekatnya. Namun jika ia diberi nasihat orangtuanya untuk tidak memegang maka ia juga tidak akan memegangnya lagi.
Sikap orang tua dalam menangani subjek berupa memberikan punishment ketika subjek melakukan kesalahan. Punishment tersebut berupa cubitan, marah. Anak memahami konsekuensi yang akan didapat ketika ia melakukan kesalahan. Sehingga ketika ia melakukan kesalahan ia akan menyadari dan langsung menghindari orang tuanya. Misalnya : ketika ia menjatuhkan adiknya, ia langsung lari.
Cara pengajaran di sekolah untuk murid yang masih baru yaitu satu guru menangani satu murid dan untuk siswa yang sudah cukup lama satu guru bisa mengajar dua murid. Karena subjek baru masuk sekolah, IQ subjek belum di ketahui. Namun, untuk memberikan suatu pemahaman membutuhkan waktu yang cukup lama. Sedikit berbeda dengan teman – teman yang sama – sama mempunyai gangguan seperti itu.
Proses pembelajaran awal anak diajarkan kepatuhan atau aturan, memfokuskan perhatiannya seperti menggambar dan mewarnai. Ketika anak sudah mulai tidak focus ia akan berlari – lari. Guru akan membujaknya dengan cara diajak jalan-jalan terlebih dahulu, kemudian diajak duduk kembali.
Anak diberikan pembelajarn untuk mandiri, harus mengikuti aturan, diberikan arahan dan pengetahuan dasar. Anak harus mengikuti instruksi dari guru seperti merapikan permainan, alat belajar. Jika anak tidak mau maka guru akan membimbingnya. Hal itu untuk memberikan pelajaran agar anak tidak meninggalkan benda yang dipakainya begitu saja.
Penanganan yang diberikan sekolah selain pembelajaran adalah dengan terapi okupasi yang berfungsi untuk membantu secara fisik, psikis, maupun social. Dalam terapi okupasi menekankan perkembangan motorik halus, dengan memberikan berbagai macam terapeutikperforma di sekolah atau dirumah seperti belajar membaca, menulis, bantu diri (self care) seperti mandi, makan dan minum, serta mengenakan pakaian, bermain dan interaksi socsal.
Terapi okupasi dapat memberikan aktivitas pada setiap sesi secara relevan sehingga anak akan memiliki dorongan dalam diri untuk bergerak, bereksplorasi dan belajar melalui pengalaman yang menyenangkan. Bermain adalah hal yang sangat penting pada proses pencapaian tujuan terapi okupasi.
Di sisi lain subjek memiliki hobi di bidang seni. Menurut penuturan ibunya ia akan gembira ketika melihat wayang. Bahkan jika ada siaran dari televise local yang mengangkat pewayangan, ia akan menonton sampai selesai. Jika belum selesai maka ia belum mau tidur. Ia juga sangat menyukai film animasi spongebob, jika acara tersebut sedang tayang maka ia akan menonton dan orang lain tidak boleh mengganti channelnya. Ekspresi kegembiraan yang dia tunjukkan biasanya dengan cara lompat-lompat, bertepuk tangan, sambil mengatakan hore.

















BAB III
KESIMPULAN

            Seperti yang dituturkan bapak wali kelas, bahwa subjek sebenarnya mengalami hypoactive-hyperactive. Disebutkan seperti itu karena secara verbal subjek mengalami hypoactive namun secara perilaku mengalami hyperactive. Dalam perilaku verbal, subjek sulit mengucapkan kata – kata. Dalam perilaku non verbal, subjek kurang dapat mengendalikan diri, tidak bisa tenang, kurang dapat memperhatikan, tidak pernah menyelesaikan tugas, menarik diri. Pembelajaran disekolah terutama menekankan pada kemandirian anak agar nantinya anak mampu membantu dirinya sendiri.














Daftar Pustaka
·         Baihaqi dan Sugiarmin (2008 ). Memahami dan Membantu anak ADHD. Bandung : Aditama.
·         Durand dan Barlow ( 2006 ). Psikologi Abnormal. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
·         DSM IV – TR


















LAMPIRAN







Tidak ada komentar:

Posting Komentar